Spinal Muscular Atrophy, Lumpuh Otot Karena Kelainan Genetika



img 
Jakarta, Diantara penyakit genetika, yang termasuk banyak menyerang anak-anak adalah penyakit-penyakit yang menyebabkan kelumpuhan otot. Dua penyakit dalam kategori ini adalah penyakit sumsum tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan dan pengecilan (atrofi) otot yang dalam istilah medis disebut Spinal Muscular Atrophy serta penyakit kerusakan (distrofi) sel-sel otot yang juga menyebabkan kelumpuhan yang dalam istilah medis disebut Muscular Dystrophy. 

Kedua penyakit ini adalah penyakit yang diturunkan dari orangtua kepada anak-anaknya dan memiliki karakteristik yang berbeda. Diantara kedua penyakit ini, Spinal Muscular Atrophy lebih sering menyebabkan kematian pada bayi.

Tulisan ini berusaha memberi penjelasan mengenai kejadian penyakit, pola pewarisannya, dan usaha-usaha penelitian untuk menemukan penyembuhannya.

Spinal Muscular Atrophy (SMA)

SMA adalah penyakit genetik otot-saraf (neumuscular genetic disorder) yang ditandai dengan kelumpuhan otot. Walaupun tampilan klinik yang nyata dari pasien-pasien SMA adalah kelumpuhan otot, terutama pada kedua kaki.

Sumber utama kelumpuhan bukan disebabkan oleh rusaknya sel-sel otot itu sendiri. Kelumpuhan yang terjadi murni disebabkan oleh rusaknya sel-sel saraf pada sumsum tulang belakang (spinal cord). Ini berbeda dengan distrofi otot dimana kerusakannya memang terjadi di otot itu sendiri. 

Yang dimaksud dengan sumsum tulang belakang (spinal cord) dalam tulisan ini adalah bagian dari sistem saraf pusat yang berjalan secara kontinu dari otak turun hingga ke punggung bagian bawah. Dari sumsum tulang belakang ini keluar cabang-cabang persarafan yang bertanggung jawab untuk berbagai bagian tubuh, termasuk anggota gerak tangan dan kaki. 

Gerakan-gerakan otot seperti kita ketahui, dikendalikan oleh otak dengan perantaraan sumsum tulang belakang, dimana saraf-saraf yang menghubungkan otak dengan otot melewati sumsum tulang belakang. 

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kerusakan sel-sel saraf pada sumsum tulang belakang menyebabkan hilangnya kemampuan kontrol motorik, terutama pada otot-otot yang bertanggungjawab untuk gerakan-gerakan seperti merangkak, berjalan, mengunyah, kontrol kepala dan leher dan bahkan pernafasan.

Dalam hal ini otot-otot kaki dan pernafasan lebih sering dan lebih parah mengalami kelumpuhan dibandingkan otot-otot lain. Kelumpuhan menyebabkan otot tidak pernah digunakan, sehingga membuatnya mengecil (atrofi), terutama terlihat pada kaki.

Jenis-jenis SMA

Berdasarkan tingkat keparahannya, SMA dibagi kedalam tiga tipe.
SMA Tipe I, atau disebut juga Werdnig-Hoffmann Disease, adalah tipe yang paling parah.
Gejala-gejala pada SMA Tipe I dimulai sangat awal, bisa sejak sebelum kelahiran atau paling lambat sejak usia 6 bulan setelah kelahiran.
Gejala-gejalanya ditandai dengan kesulitan bernafas, tidak dapat menyusu dan kelemahan otot yang menyeluruh.

Problem utama pada bayi SMA tipe I adalah kelemahan pada otot-otot pernafasan, yang membuatnya sering bergantung pada alat bantu pernafasan. Bayi dengan SMA Tipe I memiliki harapan hidup yang sangat rendah, dimana semua atau hampir semua meninggal sebelum usia 2 tahun disebabkan kegagalan pernafasan. 

SMA Tipe II memiliki tingkat keparahan yang kurang, jika dibandingkan dengan tipe I.
Gejala-gejala SMA pada tipe II dimulai antara umur 6 hingga 18 bulan.

Anak-anak dengan SMA tipe II dapat duduk tanpa dibantu dan kadang-kadang dapat berdiri dengan susah payah berpegang pada kakinya. Namun tidak satupun yang dapat berjalan.

Walaupun harapan hidupnya lebih tinggi dibandingkan SMA tipe I, pada umumnya anak-anak dengan SMA tipe II mengalami masalah berat pada pernafasan yang menjadi penyebab kematian pada usia awal kanak-kanak.

SMA tipe III atau yang juga disebut Kugelberg-Welander Disease, adalah tipe dengan tingkat keparahan paling rendah.
Gejala-gejalanya baru dimulai pada usia setelah 18 bulan.

Biasanya diawali dengan perkembangan motorik yang normal dan kemudian pada usia awal kanak-kanak mengalami penurunan kemampuan motorik yang signifikan. Pada kasus-kasus yang jarang, gejala baru mulai muncul pada usia dewasa (beberapa ahli menyebutnya SMA Tipe IV).

Karakteristik genetika molekuler pada SMA

Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan pada gen SMN1 yang terletak pada lengan panjang kromosom 5 (disebut juga 5q). Sebagian besar (95%) pasien SMA, sama sekali tidak memiliki SMN1, dimana dikatakan SMN1 mengalami deletion. 

Sementara pada sekitar 3% pasien, SMN1-nya ada tetapi mengalami kerusakan pada urutan DNA. Sebagian kecil (2%) pasien SMA tidak menunjukkan kelainan apapun pada SMN1, disebut dengan non-5q SMA.

SMA diturunkan dari orangtua kepada anak secara autosomal recessive. Dalam hal ini, kedua orang tua adalah pembawa (carrier) kerusakan pada gen SMN1, namun sama sekali tidak menunjukkan gejala-gejala SMA atau sehat. 

Untuk sebuah penyakit genetik, SMA terbilang cukup sering terjadi dengan insidensi 1 diantara 6.000-10.000 kelahiran hidup. Sementara 1 diantara 40 orang sehat adalah pembawa kerusakan pada gen SMN1 yang tidak menunjukkan gejala-gejala SMA. 

Jika dua orang pembawa kerusakan gen SMN1 menikah, maka terdapat kemungkinan 25% anak-anak yang dilahirkan akan menderita SMA. Sementara terdapat kemungkinan 50% anak-anak yang dilahirkan akan sehat namun menjadi pembawa kerusakan gen SMN1 dan 25% persen kemungkinan anak-anak yang dilahirkan sehat dan memiliki gen SMN1 yang juga sehat.

Yang menarik dari SMA adalah bahwa gen SMN1 sesungguhnya memiliki gen kembaran yang terletak tepat disampingnya pada lengan panjang kromosom 5, disebut juga gen SMN2. Kedua gen, SMN1 dan SMN2 memiliki urutan DNA yang 99,9% sama dan seharusnya dapat menghasilkan protein yang sama, yaitu yang disebut protein SMN. 

Hal lain yang menarik adalah, walaupun 95% pasien SMA mengalami kehilangan (deletion) SMN1, tidak ada satupun pasien yang juga mengalami kehilangan SMN2. 

Pertanyaannya kemudian, jika SMN1 dan SMN2 memiliki urutan DNA yang 99,9% sama, mengapa keberadaan SMN2 tidak dapat menggantikan kehilangan SMN1? Pertanyaan ini telah menjadi 'million dollar question' pada penelitian-penelitian mengenai SMA, sebab eksplorasi jawabannya telah mengarahkan para peneliti pada studi-studi untuk menyembuhkan SMA.

Perbedaan urutan DNA antara SMN1 dan SMN2 yang hanya 0,01% itu ternyata amat sangat penting atas berfungsi atau tidaknya masing-masing gen. Pada SMN1, urutan DNA-nya memungkinkannya untuk berfungsi secara normal dan menghasilkan protein SMN yang fungsional. Sementara pada SMN2, urutan DNA-nya membuatnya tidak mampu berfungsi secara normal dimana protein SMN yang dihasilkan tidak fungsional. 

Dari penjelasan ini terjawab mengapa keberadaan SMN2 pada semua pasien SMA tidak dapat menggantikan kerusakan atau kehilangan SMN1. Namun demikian, keberadaan SMN2 pada semua pasien SMA ini menimbulkan harapan bagi penelitian untuk mencari penyembuh SMA. 

Jika SMN2 dapat dimanipulasi sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan protein SMN yang fungsional dalam jumlah yang cukup, maka kemungkinan menyembuhkan atau paling tidak mengurangi tingkat keparahan pasien SMA dapat diharapkan. 

Hal ini disebabkan karena 2 hal: 
1. Walaupun SMN1 hilang atau rusak pada hampir semua pasien SMA, tapi SMN2-nya masih utuh.

2. Kemiripan urutan DNA yang sangat tinggi antara SMN1 dan SMN2 membuat SMN2 memiliki potensi untuk memberikan fungsi yang sama dengan SMN1. 
Manipulasi ini dapat dilakukan dengan obat-obatan atau senyawa-senyawa sintetik maupun alami ataupun dengan intervensi molekuler melalui molekul-molekul kecil yang diarahkan untuk memanipulasi proses ekspresi DNA. 

Saat ini sudah banyak penelitian untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan ini dilakukan di berbagai belahan dunia, termasuk di Eropa, Amerika dan tidak terkecuali juga di Malaysia. Beberapa penelitian di Eropa dan Amerika bahkan telah memasuki tahapan clinical trial yang mencobakannya langsung pada pasien. 

Namun demikian, belum ada satupun dari obat-obatan itu yang secara resmi digunakan di klinik untuk menyembuhkan pasien-pasien SMA. Para peneliti masih membutuhkan waktu untuk melakukan optimasi bagi keampuhan dan keamanan obat-obatan ini.

Tidak ada komentar: